Syarif juga menegaskan bahwa Polda NTB tetap terbuka terhadap publik dan lembaga pengawas kinerja penegak hukum baik internal maupun eksternal.
Polda NTB juga menjalin koordinasi dengan Komite Disabilitas Daerah (KDD) selama proses penyelidikan, mengingat terduga pelaku dalam kasus ini adalah seorang penyandang disabilitas.
“Kami mendukung penuh adanya pengawasan ini, karena ini adalah bentuk transparansi dalam penanganan hukum yang sesuai dengan prosedur,” tambahnya.
Terkait komentar publik di media sosial yang menjadi viral, Syarif melihat hal tersebut sebagai bahan evaluasi terhadap kinerja kepolisian, terutama dalam penanganan kasus ini.
Banyak warga yang terkejut mengetahui bahwa seorang penyandang disabilitas tanpa dua lengan bisa menjadi tersangka dalam kasus dugaan pelecehan seksual.
“Saya melihat komentar-komentar tersebut sebagai koreksi dan masukan bagi kami,” jelasnya.
IWAS, yang saat ini sedang menempuh pendidikan di salah satu perguruan tinggi swasta di Kota Mataram, menjadi tersangka dalam kasus dugaan pelecehan seksual setelah hasil gelar perkara menemukan dua alat bukti yang cukup untuk menetapkannya sebagai tersangka.
(humas.polri)