Di samping itu, Trump juga berhasil mengungguli kinerjanya dalam pemilu 2020 di berbagai negara bagian, sementara Kamala Harris, yang mewakili Partai Demokrat, gagal mengikuti jejak Joe Biden dalam meraih suara yang cukup untuk memenangkan pemilu.
Kemenangan ini juga memberikan Trump kesempatan untuk bekerja sama dengan Senat yang kini berada di bawah kontrol Partai Republik, sementara nasib DPR AS masih belum sepenuhnya diputuskan.
Trump memanfaatkan ketidakpuasan rakyat terhadap kebijakan pemerintahan sebelumnya, seperti tingginya harga barang dan masalah imigrasi ilegal, untuk meraih dukungan.
Retorika kerasnya, yang mencakup ancaman terhadap migran dan serangan terhadap kebijakan luar negeri, berhasil menciptakan atmosfer ketegangan yang mendalam, namun menarik bagi sebagian besar pemilih yang merasa terpinggirkan oleh pemerintahan saat ini.
Selain itu, Trump juga menyasar kekhawatiran masyarakat atas ancaman luar negeri, seperti invasi Rusia ke Ukraina dan ketegangan di Timur Tengah, yang ia anggap sebagai akibat dari kebijakan Demokrat.
Dengan kata-kata yang lebih kuat dari sebelumnya, Trump mendeklarasikan dirinya sebagai “suara dan pembela” bagi rakyat yang merasa dizalimi dan dikhianati.
Ungkapan ini memperkuat posisinya sebagai pemimpin yang berani mengambil tindakan ekstrem untuk memulihkan Amerika Serikat.