Seketika.com, Jakarta – Ketegangan antara Korea Utara dan Korea Selatan kembali memuncak setelah insiden terbaru, di mana Korea Utara mengirim ratusan balon berisi sampah ke wilayah Korea Selatan. Pada Sabtu malam (1/6/2024), sekitar 600 balon yang membawa berbagai jenis sampah, seperti puntung rokok, kain, limbah kertas, dan plastik, dikirim dari Korea Utara ke Korea Selatan.
Balon-balon tersebut ditemukan tersebar di berbagai bagian ibu kota Korea Selatan antara pukul 8 malam hingga 10 pagi waktu setempat. Militer Korea Selatan melaporkan bahwa mereka memantau titik peluncuran dan melakukan pengintaian udara untuk melacak serta mengumpulkan balon-balon tersebut.
Kementerian Pertahanan Korea Selatan, dalam pertemuan dengan Menteri Pertahanan AS di Singapura, menegaskan bahwa tindakan Korea Utara ini melanggar perjanjian gencatan senjata. Korea Selatan dan AS sepakat untuk menegaskan kembali respons terkoordinasi terhadap ancaman dan provokasi dari Korea Utara berdasarkan postur pertahanan gabungan mereka.
Peringatan darurat juga dikeluarkan di beberapa provinsi seperti Gyeongsang Utara dan Gangwon, mengimbau warga untuk menghindari kontak dengan balon-balon tersebut dan segera melaporkannya kepada pihak berwenang.
Insiden ini bukanlah yang pertama kali terjadi. Pada Rabu (29/5/2024) sebelumnya, Korea Utara mengirim ratusan balon berisi sampah dan kotoran tinja ke Korea Selatan, yang disebut sebagai “hadiah tulus”. Tindakan ini dipandang oleh Seoul sebagai langkah hina dan berbahaya, yang bertujuan untuk memprovokasi dan mengganggu. Balon-balon ini membawa kantong besar berisi sampah yang digantung di bawahnya, yang membuat mereka mudah terlihat dan mencemari lingkungan.
Komite tetap Dewan Keamanan Nasional Korea Selatan dijadwalkan bertemu untuk membahas kemungkinan melanjutkan penyiaran propaganda melalui pengeras suara ke Korea Utara sebagai tanggapan terhadap insiden balon sampah ini. Penyiaran propaganda tersebut sebelumnya dihentikan pada tahun 2018, setelah pertemuan langka dengan pemimpin Korea Utara Kim Jong Un. Langkah ini dipertimbangkan sebagai salah satu opsi untuk menanggapi provokasi terbaru dari Pyongyang.