Gaya HidupOpini

Love Language: Mitos Populer atau Fakta Ilmiah?

563
×

Love Language: Mitos Populer atau Fakta Ilmiah?

Share this article
Ilustrasi (renemagritte.org)

Tidak hanya itu saja, love language yang ‘sama’ tidak selalu menghasilkan efek yang positif. Kita tetap harus selalu memperhatikan konteks yang ada, seperti bagaimana suatu pasangan menangani konflik atau berkomunikasi antara satu sama lain.

Suatu pasangan mungkin memiliki love language yang sama seperti quality time, akan tetapi apabila mereka sering bertengkar atau memiliki komunikasi yang buruk satu sama lain, kesamaan love language tidak akan cukup untuk meningkatkan kepuasan hubungan mereka.

Mengapa Love Language bisa Sepopuler ini?

Meski bukti ilmiah dari konsep love language itu lemah, ia tetaplah salah satu teori populer yang dikenal oleh banyak orang. Pada sosial media populer seperti TikTok, hashtag #lovelanguages memiliki lebih dari 500 juta tontonan.

Kepopuleran konsep love language kemungkinan besar dikarenakan ia muncul disertai kuis yang dapat dengan mudah dilakukan untuk refleksi diri, menyajikan sebuah label layaknya singkatan yang memudahkan masyarakat untuk mendiskusikan keinginan mereka, dan menunjukkan jalan yang mudah bagi individu untuk meningkatkan hubungan mereka.

Sayangnya, berbagai karakteristik yang memberikan daya tarik terbesar kepada publik juga merendahkan keakuratan saintifiknya dengan terlalu mensimpelkan alur proses dalam menciptakan hubungan yang baik dengan mengkategorisasikan individu kedalam cara-cara yang kaku dan terbatas.

Individu yang secara kaku mengikuti konsep love language dapat mengarahkan dirinya untuk merendahkan cara pengekspresian rasa cinta diluar dari love language utama yang ia miliki, tidak memedulikan cakupan penuh dari kebutuhan dan preferensi emosional diluar cakupan terbatas dari kelima love language, atau mengabaikan calon pasangan potensial yang tidak memiliki love language yang sama dengan dirinya.