Hukum dan KriminalPeristiwa

MK Uji UU No. 1 Tahun 2023: Kontroversi Pasal Penghinaan Presiden

111
×

MK Uji UU No. 1 Tahun 2023: Kontroversi Pasal Penghinaan Presiden

Share this article
MK Uji UU No. 1 Tahun 2023 Kontroversi Pasal Penghinaan Presiden, foto:(yt/mk)

Para Pemohon berargumen bahwa ketentuan-ketentuan ini lebih sesuai untuk sistem monarki yang menerapkan konsep “Lèse Majesté”, yaitu perlindungan hukum khusus terhadap penguasa.

Dalam sistem demokrasi, Presiden dan Wakil Presiden adalah pejabat yang dipilih langsung oleh rakyat, bukan simbol negara seperti dalam monarki.

Oleh karena itu, pengaturan tersebut dianggap tidak relevan dan berpotensi menciptakan kediktatoran, serta membatasi kebebasan berpendapat.

Pemohon juga menolak penggunaan konsep “Primus Interpares” atau “yang pertama di antara yang setara” dalam konteks perlindungan kehormatan Presiden dan Wakil Presiden.

Menurut mereka, prinsip ini lebih cocok diterapkan pada hak-hak istimewa dalam menjalankan tugas kepresidenan, seperti pemberian grasi atau amnesti, bukan pada pengaturan penghinaan.

Mereka berpendapat bahwa ketentuan ini bertentangan dengan asas kesetaraan di depan hukum atau “Equality Before the Law”, karena memberikan perlindungan khusus yang tidak seharusnya ada dalam sistem demokrasi.

Dalam petitumnya, Para Pemohon meminta agar MK mengabulkan permohonan mereka secara keseluruhan. Mereka berargumen bahwa Pasal 218 ayat (1) dan (2) serta Pasal 219 UU No. 1 Tahun 2023 bertentangan dengan UUD 1945 dan perlu dinyatakan tidak memiliki kekuatan hukum yang mengikat.