Seketika.com, Dunia – Polandia memastikan akan melindungi Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, saat ia mengunjungi kamp konsentrasi Auschwitz pada 27 Januari 2025 untuk memperingati 80 tahun pembebasan korban Holocaust. Hal ini disampaikan oleh Perdana Menteri Polandia, Donald Tusk, dalam pernyataan resmi pada Kamis (9/1/2025).
Tusk menegaskan bahwa Netanyahu tidak akan ditangkap selama kunjungan tersebut, meskipun Mahkamah Pidana Internasional (ICC) sebelumnya mengeluarkan surat perintah penangkapan terhadap Netanyahu atas dugaan kejahatan perang.
“Pemerintah Polandia menganggap partisipasi aman para pemimpin Israel dalam peringatan Holocaust sebagai bagian dari penghormatan kepada bangsa Yahudi, yang jutaan anak-anaknya menjadi korban Holocaust,” ujar Tusk dalam resolusi yang dikutip dari Al Jazeera.
Tusk menambahkan bahwa kunjungan Netanyahu ke Auschwitz akan dijamin keamanannya, termasuk pejabat Israel lainnya yang turut hadir dalam acara tersebut.
Sikap ini bertolak belakang dengan pernyataan sebelumnya dari Wakil Menteri Luar Negeri Polandia, Wladyslaw Bartoszewski, yang menyebutkan bahwa Polandia akan menangkap Netanyahu jika ia menghadiri peringatan tersebut. Sebagai penandatangan Statuta Roma, Polandia dianggap memiliki kewajiban untuk mematuhi arahan ICC.
Namun, pernyataan terbaru Tusk mencerminkan keputusan yang lebih diplomatis. “Kami ingin memastikan penghormatan terhadap sejarah dan tanggung jawab kami untuk menjaga keamanan para tamu dalam acara ini,” jelasnya.
Pada November 2024, ICC mengeluarkan surat perintah penangkapan terhadap Netanyahu dan mantan Menteri Pertahanan Israel, Yoav Gallant, atas dugaan menggunakan kelaparan sebagai metode perang dan merampas kebutuhan pokok warga sipil di Gaza.
Tindakan ICC telah memicu tanggapan beragam dari negara-negara Uni Eropa. Beberapa negara, seperti Spanyol, Belanda, dan Irlandia, menyatakan akan mematuhi arahan ICC, sementara yang lain, seperti Hungaria, secara terbuka mendukung Netanyahu.
Prancis awalnya menyatakan niat untuk mematuhi surat perintah tersebut, tetapi kemudian mengubah sikapnya dengan mengutip perlindungan kekebalan diplomatik.
Netanyahu telah mengecam keputusan ICC, menyebutnya sebagai tindakan bermotif politik. Ia menggambarkan surat perintah tersebut sebagai “kasus Dreyfus zaman modern,” merujuk pada insiden anti-Semit terkenal di Prancis pada abad ke-19.