Rencana ini muncul setelah kontroversi besar yang ditimbulkan oleh seruan Trump untuk memindahkan sekitar 2 juta warga Palestina dari Gaza.
Rencana Trump menuai kecaman internasional karena dianggap sebagai upaya pengusiran paksa yang bisa melanggar hak asasi manusia dan berpotensi menjadi kejahatan perang.
Mesir, Yordania, dan Arab Saudi menegaskan penolakan terhadap usulan tersebut dan menekankan pentingnya hak warga Palestina untuk tinggal di tanah mereka.
Di sisi lain, Mesir berusaha memberikan jalan tengah dengan menciptakan pemerintahan Palestina yang netral, tidak terafiliasi dengan Hamas maupun Otoritas Palestina, yang dapat mengelola Gaza dan mengawasi pembangunan kembali.
Selain itu, rencana Mesir juga mencakup pembentukan pasukan polisi Palestina yang terdiri dari mantan polisi Otoritas Palestina yang tetap tinggal di Gaza setelah Hamas mengambil alih wilayah tersebut.