Selain itu, Pinjol ilegal terus berkembang, memicu banyak kasus rentenir dan masalah sosial lainnya.
“Fenomena Pinjol ini menjadi alarm bagi dunia perbankan, terutama bagi Himbara. Birokrasi yang rumit di bank bisa mendorong masyarakat untuk memilih Pinjol. Kita harus menghindari pengalihan ini,” tambah Subardi.
Pinjol yang tidak terdaftar juga seringkali terlibat dalam berbagai kasus kriminal, termasuk kasus bunuh diri, teror, hingga peretasan data pribadi.
Politisi asal Daerah Pemilihan Yogyakarta ini menegaskan pentingnya Himbara untuk merespons fenomena Pinjol dengan serius.
Himbara, yang terdiri dari bank-bank milik negara, memiliki tanggung jawab besar untuk menjaga stabilitas fiskal dan menyediakan layanan pinjaman yang aman, termasuk pinjaman modal usaha, pinjaman pendidikan, serta berbagai program pendanaan lainnya.
Secara khusus, Subardi mengingatkan kepada Bank Rakyat Indonesia (BRI), sebagai bank terbesar di antara anggota Himbara, untuk turut mengatasi masalah ini.
Dalam paparan RDP, diketahui bahwa BRI membukukan laba tertinggi di antara anggota Himbara, yakni Rp60,4 triliun sepanjang tahun 2023, yang tumbuh sebesar 17,5 persen YoY (Year on Year).
“BRI memiliki infrastruktur yang luas, hingga ke desa-desa melalui agen BRIlink dan BRImo, yang telah diakses oleh lebih dari 37 juta nasabah. Dengan adanya program Kredit Ultra Mikro (KUM), BRI seharusnya dapat mengurangi ketergantungan masyarakat pada Pinjol,” tutup Subardi.
(dpr)