Scroll untuk baca Berita
Call Us banner 325x300
Hukum dan KriminalPendidikan

Bayang-Bayang Delik Pidana Penodaan Agama dan Kebebasan Akademik

507
×

Bayang-Bayang Delik Pidana Penodaan Agama dan Kebebasan Akademik

Share this article

“Pemohon ternyata diterima menjadi tenaga dosen di satu universitas sehingga Pemohon akan menjadi bagian dari civitas academica. Sebagai civitas academica tentu kegiatan utamanya adalah mengajar dan mendidik yang dilakukan di muka umum. Sehingga dosen menjadi pihak yang rentan terkena delik pidana penodaan agama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 UU Pencegahan Penodaan Agama atau Pasal 156A KUHP,” terang Rega dalam sidang yang dipimpin oleh Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih.

Menurutnya, penjelasan Pasal 4 UU Pencegahan Penodaan Agama bersifat setengah-setengah dalam melindungi civitas academica karena memisahkan antara makna obyektif dan ilmiah dengan kata-kata atau susunan kata-kata yang meliputinya. “Jika sesuatu sudah obyektif dan ilmiah maka termasuk kata-katanya adalah obyektif dan ilmiah. Hal ini berakibat pada ketidakmungkinan civitas academica untuk mengembangkan ilmu pengetahuan. Terlebih Pemohon banyak melakukan pengujian terkait otoritas agama dan hukum agama.

“Sehingga terdapat rasa takut mengembangkan ilmu pengetahuan karena sedikit (salah) dapat dilaporkan pidana akibat tidak jelasnya penafsiran pasal a quo,” ungkapnya.

Rega berharap agar Mahkamah tidak menyatakan permohonan ini ne bis in idem. Menurutnya semenjak Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 140/PUU-VII/2009 sudah diketahui bahwa Pasal 4 UU Pencegahan Penodaan Agama bersifat multitafsir, sehingga terdapat saran untuk merevisi UU Pencegahan Penodaan Agama agar penerapannya jelas. Namun, DPR dan Pemerintah tidak pernah melakukan revisi terhadap UU tersebut, sehingga sampai dengan saat ini pasal tersebut masih bersifat “karet” yang seolah muncul pada saat event politik tertentu.

Selain itu, jika Pasal 8 ayat (2) UU Pendidikan Tinggi dikaitkan dengan asas tanggung jawab dalam Pasal 3 huruf g UU Pendidikan Tinggi, dan asas tanggung jawab dikaitkan dengan tanggung jawab pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 UU Pencegahan Penodaan Agama, maka kekuasaan telah melakukan kontrol terhadap ilmu pengetahuan. Apabila negara benar-benar ingin menerapkan kebebasan akademik yang terbebas dari politik praktis, makna Pasal 31 ayat (5) UUD 1945 seharusnya menjadi: “negara mendorong kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi serta menjunjung tinggi nilai-nilai agama dan persatuan bangsa untuk kemajuan peradaban serta kesejahteraan umat manusia.”

Leave a Reply