Dessy juga menjabarkan fakta lain yang ditemukan oleh timnya di lapangan yakni para pengelola restoran ini cukup kesulitan memperoleh rempah-rempah asli Indonesia di negara masing-masing. Sehingga, mereka terpaksa mengimpor sendiri rempah-rempah tersebut dari Indonesia dan membeli di toko-toko lokal yang tak jarang harganya mahal dan langka.
“Menggunakan rempah Indonesia pasti akan membuat cita rasa Indonesia terjaga. Ini menjadi suatu peluang bagi program ISUTW dalam meningkatkan ekspor rempah-rempah ke negara yang memiliki restoran dengan jumlah banyak,” kata Dessy.
Mengenai skema pembiayaan, Dessy menjelaskan 43 persen restoran Indonesia di luar negeri memiliki omzet rata-rata di bawah Rp300 juta per tahun. Sebanyak 29 persen, omzetnya Rp300 juta-Rp2,5 miliar, 19 persen omzetnya Rp2,5 miliar-Rp50 miliar, dan 9 persen omzetnya lebih dari Rp50 miliar.
Para pelaku usaha restoran itu membutuhkan pembiayaan yang beragam tergantung pada skala usaha mereka atau berkisar Rp500 juta-Rp5 miliar yang nantinya akan digunakan untuk membuka restoran baru dan untuk memperluas yang sudah ada.
“Tenor pembiayaan yang dikehendaki oleh masing-masing pemilik restoran yang juga merupakan pengelola restoran juga beragam namun sebagian besar menginginkan tenor satu sampai lima tahun dengan bunga sebesar satu sampai tiga persen,” katanya.