“Ini merupakan supply demand, saya berharap supply-nya tidak mandek. Kita harus siapkan dulu baru kita bisa menarik atau menyarankan masyarakat menggunakan transportasi publik,” katanya.
“Kalau sudah terintegrasi akan aman dan nyaman. Misalnya nanti BRT itu bis listrik anti polusi dan irit. Jadi betul-betul diatur masalah subsidinya, tarifnya murah. Jadi masyarakat tidak berpikir dua kali untuk menggunakannya,” imbuh Bey.
Hal ini perlu perencanaan yang baik, termasuk kebijakan skema pola pergerakan, sistem pembiayaan, manajemen pendapatan, pengembangan kawasan berorientasi transit serta digitalisasi transportasi.
“Saya yakin kolaborasi antara pemerintah, sektor swasta, dan masyarakat adalah kunci keberhasilan. Maka dari itu, seminar ini adalah langkah awal dalam proses tersebut. Kita dapat saling berbagi maupun bertukar pemikiran, pengalaman serta wawasan,” ujar Bey.
Kepala Dinas Perhubungan Jabar A. Koswara memaparkan, ada beberapa hal yang menjadi latar belakang seminar yang diseleggarakan, di antaranya aglomerasi perkotaan dan pertumbuhan urbanisasi yang saat ini sudah mencapai 55 persen penduduk Indonesia tinggal di perkotaan.
“Kemudian dampak dari urbanisasi ini adalah kebutuhan mobilitas dengan keterbatasan jalan sehingga membuat kemacetan dimana-mana,” katanya.